Museum Pusaka Karo |
Kalian mungkin asing mendengar nama ini. Ya, Museum Pusaka Karo memang tak setenar objek wisata lainnya di Berastagi. Padahal letaknya berada di tengah kota Berastagi di jalan Perwira nomor 03. Tepatnya, jika dari arah Medan berada di seberang kanan Tugu Perjuangan. Tak jauh dari kantor pos Berastagi dan hanya tinggal menyeberang ke jalan Perwira saja jika dari Pasar Buah.
Berawal dari Kegelisahan
Museum Pusaka Karo berdiri sejak 2010 dengan memanfaatkan bangunan gereja katolik yang telah lama tak digunakan. Keberadaan museum ini tak lepas dari inisiatif Oosten Leonardus Edigius, seorang misionaris Belanda yang lebih dikenal dengan nama Pastor Leo Joosten Ginting. Pastor yang sudah menjadi WNI sejak tahun 1994 ini memang memiliki ketertarikan terhadap kebudayaan dan sejarah. Beberapa buku sejarah pernah ia tulis. Pada satu titik, timbul kegelisahan dalam diri sang Pastor melihat masyarakat saat ini yang mulai meninggalkan adat dan budayanya serta melupakan sejarah mereka sendiri. Ia pun kemudian menyosialisasikan kepada masyarakat Karo bahwa ia akan membuat Museum Pusaka Karo. Tanpa disangka, antusiasme masyarakat cukup tinggi, mereka dengan suka rela menyumbangkan benda-benda bersejarah yang mereka miliki untuk dijadikan koleksi museum.
Robby, Pastor Leo, dan Saya |
Usahanya berhasil, Padung-Padung (Anting-anting perempuan Karo pada zaman dulu yang beratnya mencapai satu hingga satu setengah kilogram) dan Pustaka Lak-Lak (kitab aksara Karo yang ditulis di kulit kayu. Biasa digunakan Guru Si Baso/dukun dalam ritual pengobatan) berhasil didatangkan kembali dan menjadi koleksi tertua Museum Pusaka Karo yang diperkirakan usianya lebih dari 200 tahun.
Padung-Padung, bayangin pakai anting sebesar ini guys |
Pustaka lak lak, kitab Karo. |
Pusaka Karo
Memasuki bangunan museum, pengunjung disambut dengan sebuah rak kaca berisi souvenir khas Karo di sebelah kanan dan meja resepsionis di sebelah kiri. Sedangkan di bagian depan, replika rumah adat Karo -Rumah Siwaluh Jabu- dengan dua patung muda-mudi di kiri kanannya dengan mengenakan pakaian adat Karo langsung menjadi fokus pandangan mata. Di belakang kedua patung tersebut, berdiri patung muda-mudi karo di zaman dulu, menumbuk padi dan memanggul garam. Di belakang replika Rumah Siwaluh Jabu, terdapat catur Karo dengan bentuknya yang unik. Catur Karo berbahan kayu, ubi, rotan dll. Susunan buah dan bidak catur Karo berbeda dengan catur internasional. Catur ini termasuk jenis permainan yang digemari oleh masyarakat Karo.
Souvenir |
Yang di belakang saya itu yang dinamakan Rumah Siwaluh Jabu |
Catur Karo |
Gundala-gundala, di belakangnya itu kain Uis. Ada sih tempat tersendiri yang memajang kain Karo, tapi fotonya tak mendukung. |
Disain Gerga pada tiang |
Pisau tumbuk lada |
Kalakati, alat pembelah pinang |
Ruangan lantai dasar dilihat dari atas. |
Capah, piring makan orang Karo tempo dulu |
Perhatikan tanda tangan itu guys, artinya jangan disentu :) |
Tabi-tabu Irawang, terbuat dari labu yang sudah tua. Fungsinya untuk menyimpan barang berharga seperti emas, mata uang, dan bahkan mesiu (senjata jaman dulu) |
Foto acara Ersimbu, memanggil hujan |
Foto perempuan Karo pada jaman dahulu |
Empat orang di foto tersebut yang memegang tongkat adalah raja |
Mmm.. maafkan kegenitan saya ini guys :D |
Berkunjunglah ke Museum Pusaka Karo, kita bisa belajar banyak hal, atau mengajari banyak hal kepada anak/ponakan kita disini. Gratis. Hanya ada donation box yang sifatnya sukarela.
3 komentar
Isinya hampir sama dengan Museum Negeri Sumut yah? Btw, itu masuknya gratis?
BalasHapusSemoga suatu saat aku bisa berkunjung ke museum karo.... amiin :D
BalasHapusWalah, abang baru tau Di, nanti lain kali kalo piknik di bukit kubu kesana ah singgah :) makasih infonya di
BalasHapus