waktu bersama ayah |
Sebagai anak paling kecil dan memiliki ayah yang bekerja sering keluar kota, saya termasuk anak yang beruntung. Karena meskipun ayah sering keluar kota, masa-masa saya bersama ayah terbilang sangat berkualitas.
Banyak momen-momen saya bersama ayah yang begitu lekat di ingatan saya hingga saat ini. Baik itu yang saya ingat kejadiannya, atau kejadian saat saya masih terlalu kecil dan belum mampu mengingat *ceritanya saya dengar dari orang lain, ibu, abang, dan teman-teman ayah*.
Meski ayah sering pergi berhari-hari, namun saat ia pulang, ia seakan membayar waktu-waktu yang terlewatkan tanpa ada ia disisi saya. Saya masih ingat saat ia membonceng saya di sepeda, duduk di pangkuannya, mandi si sungai bersama sambil main pasir. Ke ladang bersama memetik sayur-mayur untuk dimakan keluarga kami. Makan bersama, dan hal-hal lain yang kami lewatkan bersama-sama. Bahkan, saat ayah sudah memiliki sepeda motor, saya selalu naik di depan layaknya anak kecil padahal saat itu saya sudah SD.
Ada sedikit kisah unik saat saya hendak didaftarkan ke Sekolah Dasar. Ayah dan ibu saya membebaskan saya memilih untuk didaftarkan oleh siapa, ayah atau ibu. Hal ini berhubungan dengan nama yang akan didaftarkan ke sekolah. Perkara nama saya memang punya cerita tersendiri. Ayah dan ibu memberikan nama yang berbeda untuk saya. Berbeda dengan abang-abang saya, kedua orang tua saya sepakat ketika memberikan nama ke abang-abang saya. Tapi ketika saya lahir, rupanya mereka sudah menyiapakan nama masing-masing.
Meski tak terjadi pertengkaran perihal nama saya, tapi masing-masing ingin nama pemberian mereka yang dipakai. Hingga akhirnya mereka memanggil saya dengan nama yang berbeda sesuai nama yang mereka beri. Hal ini berlangsung hingga saya besar. Keluarga dan orang-orang sekampung mengenal saya dengan nama pemberian ibu, sedang ayah tetap memanggil saya dengan nama pemberiannya. Dan nama yang tertera di KTP saya saat ini adalah nama pemberian ayah saya.
Jadi saat hendak mendaftarkan sekolah itu ternyata ayah dan ibu sepakat, siapa yang saya pilih untuk menemani saya mendaftar ke sekolah, nama pemberiannya lah yang dipakai. Dan saat itu saya memilih mendaftar bersama ayah. Saya tidak tau apa alasan saya memilih didaftarkan oleh ayah. Tapi jika dipikir-pikir sekarang, mungkin saat itu bonding antara saya dan ayah sudah cukup kuat.
Saya suka dengan sikap kedua orang tua saya mengenai nama saya, mereka teguh pendirian sekaligus menghargai perbedaan pendapat tanpa harus bertengkar hebat. Saya memang tidak pernah melihat kedua orang tua saya bertengkar. Menurut cerita ibu, sepanjang pernikahan mereka, cuma sekali ibu pernah marah hebat sampai melempar piring ke lantai, tapi itu terjadi sebelum saya lahir. Sekedar saling berargumen sih sering saya saksikan, tapi justru hal itu bagus menurut saya, secara tidak langsung mengajari kami untuk berani menyuarakan pendapat.
Ketika besar sekarang pun, saya banyak mewarisi apa yang dimiliki ayah. Salah satunya yang terispirasi dari ayah adalah hobi saya jalan-jalan, fotographi, dan berorganisasi/komunitas. Tiap ayah bepergian, beliau pulang dengan membawa oleh-oleh khas kota tempat ia ditugaskan. Juga album foto aktifitas ayah di kota tersebut. Ini yang paling menginspirasi saya dan menumbuhkan minat jalan-jalan saya. Lewat foto, saya tidak hanya jadi suka jalan-jalan, tapi juga suka jeprat-jepret. Saya sering pinjam kamera (dulu bilangnya tustel) ayah untuk foto-foto bareng teman sekolah. Biasanya kami patungan membeli roll film.
Anak-anak adalah peniru ulung, itu sebabnya orang tua harus memberi contoh yang baik untuk ditiru |
Banyak hal memang yang diturunkan ayah ke saya. Meski ayah sering kerja ke luar kota, tapi saya tidak kehilangan figurnya. Tak juga kehilangan masa-masa berharga bersama ayah. Karena percaya atau nggak, kedekatan anak terhadap orang tuanya turut pula mempengaruhi perkembangan mental dan fisiknya.
Dibanding anak-anak lain yang ayahnya bekerja di luar kota, saya termasuk beruntung karena meskipun kuantitas kebersamaan saya dan ayah tak sebanyak anak-anak lain yang ayahnya bekerja di dalam kota, namun kualitas kebersamaan yang kami miliki cukup tinggi dan berhasil membangun bonding saya dan ayah. Berbeda dengan yang dialami mas Salman Al-Jugjawi (Sakti, ex Sheila On 7). Kebetulan saya berteman di sosial media dengan mbak Miftahul Jannah, istrinya mas Salman. Dan sering membaca cerita-cerita pengasuhan anak pada status-status yang dibagikan mbak Mifta.
Dari sana saya tau bahwa mas Salman pernah mengalami baby blues. Iya loh, ternyata baby blues tidak hanya dialami oleh para ibu, tapi ayah juga berisiko mengalami baby blues. Diceritakan mbak Mifta, di awal-awal kelahiran anak mereka, mas Salman kerap menghindari menggendong anaknya. Saking jarangnya bahkan tak sampai hitungan semua jari tangan. Hal tersebut berimbas pada si anak yang tidak dekat bahkan cenderung takut melihat ayahnya karena jarang terlibat momen bersama.
Alasan mas Salman ketika itu adalah takut terkena najis. Tapi setelah diajak ngobrol lebih lanjut oleh mbak Mifta, alasan sebenarnya adalah karena ia tidak tahu bagaimana seharusnya dan sebaiknya memperlakukan anaknya. Saat kecil mas Salman mengaku tidak mendapat kasih sayang dan perhatian dari ayahnya karena pekerjaannya selalu mengharuskan keluar kota. Pengalaman masa kecil itu membuatnya tidak punya contoh bagaimana seharusnya seorang ayah bersikap dalam pengasuhan anak. Duuh.. waktu baca kisah ini saya jadi merasa sangat bersyukur karena tak kehilangan father-daughter moment.
Tapi untungnya mbak Mifta ini adalah istri yang kece menurut saya. Beliau yang memang magister psikolog ini pun merasa perlu untuk ambil tindakan. Ia pun bertekad untuk membantu anak dan suaminya dalam menjalin bonding di antara mereka. Hasilnya?! Saya jadi senyum-senyum haru dan kangen almarhum ayah tiap baca cerita di status-status mbak Mifta tentang mas Salman dan Zahro (anaknya). Mereka sangat dekat dan kompak.
Apa yang dilakukan mbak Mifta untuk menumbuhkan bonding antara Zahro dan ayahnya?! Ternyata simple saja, cukup libatkan mereka dalam momen-momen keseharian. Misalnya saat Zahro meminta mbak Mifta untuk membantunya melakukan sesuatu, maka mbak Mifta meminta Zahro untuk minta tolong ke ayanya. Membungkus makanan misalnya, atau minta ditemani main sepeda, minta di antar ke suatu tempat, sampai makan sepiring berdua. Berawal dari hal-hal sederhana itu, akhirnya tercifta kelekatan yang kuat berkat momen-momen bersama yang mereka lalui.
Bonding saya dan ayah saya, Zahro dan mas Salman, terjalin karena hal yang sama : hal-hal keseharian yang sederhana namun berharga.
Momen-momen kebersamaan anak-orang tua memang tak terganti ya. Terekam dalam memori jangka panjang dan membekas di hati bahkan sampai si anak dewasa dan menua. Jadi tergantung pengalamannya, kalau pengalaman dan perlakuan yang ia dapat dari orang tuanya adalah yang baik-baik, mudah-mudahan berdampak baik pula pada perkembangan mental dan karakternya. Makanya saya paling seneng kalau ngeliat anak-anak bermain dengan orang tuanya. Khususnya dengan ayah. Tau sendiri lah kan, banyak yang berpikir bahwa tugas mengasuh anak itu hanya tugasnya para ibu. Ini jelas keliru, karena bagaimanapun, ayah dan ibu punya peran, porsi, dan posisi masing-masing. Anak membutuhkan figur keduanya, bukan salah-satu saja.
Tiap anak butuh figur seorang ayah |
Baca juga : KEBAHAGIAAN KELUARGA, PENENTU KARAKTER DAN TUMBUH KEMBANG ANAK
Kalian punya cerita tentang kebersamaan dengan ayah kalian? Share disini ya :)
Foto-foto : BlueStone.com
Bisnis-Bisnis yang Gagal dan Impian yang Masih di Awang-Awang : Kemarin saya ketemu teman semasa kuliah. Dianya nanya, gimana nih bisnisnya? Saya Cuma cengengesan, keinget impian masa lalu : punya bisnis yang sukses dan berkah. Pemikiran saya dulu *sekarang juga sih* orang yang memilih berwirausaha ketimbang kerja di perusahaan adalah orang yang kece.
Cerita-cerita tentang berwirausaha, sebenarnya saya sudah beberapa kali memulai usaha. Dari masa-masa kuliah dulu hingga kini. Dari yang cuma iseng dan memanfaatkan yang ada, ngandelin uang tabungan saat kuliah, sampai yang modalnya puluhan juta dan berakhir dengan merugi. Dari yang usaha sendiri, berdua ama temen, sampai yang rame-rame. Semuanya saya jabanin karena memang saya pengennya jadi pengusaha.
Beberapa usaha yang pernah saya rintis di antaranya :
DnA
DnA adalah singkatan dari Diah dan Ayu yang saya jalankan bersama teman sekos saya saat kuliah dulu. Berbekal uang tabungan, kami patungan membeli mesin printer untuk usaha kami yang meliputi print, fotocopy, dan scan file/tugas kuliah di rumah kos-kosan kami dan penyewaan novel dan komik ke teman-teman di kampus. Usaha ini lumayan sukses tapi harus terhenti karena kami harus KKN ke luar kota.
Diah dan Ayu :) |
Kamus Anak Kreatif
Ini usaha saya bersama dua sahabat saya, Rinda dan Rudi. Namanya Kamus Anak Kreatif. Produknya berupa kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris yang dibuat gantungan kunci/tas. Isi kamusnya sih tinggal diprint dan fotocopy saja karena Rudi sudah punya softcopy-nya. Lalu dipotong sesuai ukuran, digabungin dan buat cover kamusnya. Lumayan menarik dan ada peminatnya, tapi ngerjainnya yang nggak sanggup. Njelimet broooh *yang namanya handmade emang butuh kesabaran ya*. Karena harga jual nggak sesuai dengan keribetan membuatnya, usaha ini pun terhenti. Hanya sampai 2 kali produksi saja.
Dinda Aksesories
Tak berhasil dalam usaha Kamus Anak Kreatif, saya dan Rinda *Dinda itu singkatan dari Diah dan Rinda* buat usaha berdua aksesoris handmade. Kami buat kalung, gelang dari mote karena bahannya murah. Jadi jualnya juga bisa dengan harga terjangkau, mengingat sasaran pembeli kami adalah teman-teman kuliah. Yang ini pun gagal karena entah kenapa saat itu kami berdua tak begitu pede promosi ke teman-teman.
Koper Event Organizer
Kebetulan saya dan teman-teman seangkatan di organisasi saat itu lagi seneng-senengnya buat event. Jadi lah kami buat EO sebagai wadah buat menampung ide-ide liar kami kala itu. Saat itu kami ada 7 orang dan semuanya perempuan. Usaha ini cukup sukses. Lewat Koper Organizer ini kami sempat menerbitkan buku, mengadakan trip dan banyak peminatnya, juga menjadi EO lokal bagi penyelenggara acara dari luar kota. Kami juga pernah ngundang artis ibu kota dan ngerasain susahnya ngejaga artis yang lagi hits-hitsnya dari serbuan fans.
Bersama teman-teman Koper saat mengundang Arif Pocong |
DW Aksesoris
Terhenti langkah di EO, saya memutuskan kembali menggeluti usaha aksesoris handmade. Kali ini bersama junior saya di kampus, namanya Wira. Jadilah usaha dengan nama DW (Diah Wira) Aksesoris. Penjualannya sebenarnya lumayan, cuma lagi-lagi harus terhenti karena Wira memutuskan untuk fokus ngerjain skripsi *kami sama-sama belum lulus saat itu. Tapi saya pilih lanjut kerja, cari uang buat modal skripsi, dan Wira pilih fokus nyelesain skripsi walaupun akhirnya kami wisudanya bareng*
Mormonst
Usaha kali ini modalnya cukup besar. Budi daya jamur tiram yang kami beri nama Mormonst. Bareng si Ayu yang dulu partner saya buka usaha DnA. Selain modalnya besar, usaha budi daya jamur tiram ini juga menyita waktu dan tenaga. Plus pikiran juga karena harus mikirin pemasarannya. Banyak hal yang ternyata di luar perhitungan kami sebelumnya. Usaha ini pun lagi-lagi gagal dengan modal yang cukup banyak terpakai.
Mormonts, usaha jamur tiram yang ternyata tak semudah yang dibayangkan |
Berbekal sisah modal dari Mormonst, saya dan Ayu membuka café di teras rumah kontrakan kami. Lebih tepat dibilang warung sih ketimbang café. Singkat cerita, usaha ini gagal karena berbagai hal.
Salah satu kreasi saya dan Ayu untuk menu di Nebula Cafe |
DnA Chocolate
Karena modal banyak terbuang di Mormonts dan Nebula Café, kami akhirnya mencoba usaha dengan modal kecil lagi. Usaha cokelat karakter untuk dititipkan ke warung-warung di sekolah. Saat usaha mulai berkembang dan jumlah warung penitipan semakin banyak, eh rupiah anjlok tahun lalu. Percaya nggak percaya ini berimbas ke uang saku anak-anak sekolah tempat kami menitipkan cokelat. Penjualan pun turun drastis. Kemudian terhenti (lagi).
Balik lagi pakai nama DnA, cuma kali ini beda produk :) |
Itu saja? Sebenarnya masih ada yang lain. Tapi bakal panjang banget kalau diceritain semua. Intinya impian saya buat jadi pengusaha sukses hingga kini masih di awang-awang. Tapi apakah saya menyerah?! Mudah-mudahan tidak. Tapi memang saat ini saya lebih banyak mikirnya. Beda dengan dulu, tiap ada yang ngajak buat usaha saya langsung bilang hayuk dengan semangat tanpa pikir panjang kelebihan maupun kelemahan usaha yang hendak dijalani.
Sekarang, meski tawaran untuk buka usaha bareng masih sering menghampiri dari teman-teman, saya memilih untuk tak terburu-buru. Saya memilih untuk memikirkan betul-betul usaha yang ingin dijalankan. Apalagi kalau misalnya modalnya besar, wah saya nggak mau rugi banyak seperti yang sudah pernah saya alami.
Saat ini, palingan usaha iseng-isengan *lebih kecil dari usaha kecil-kecilan :D* yang saya jalankan adalah Penov Bracelet. Usaha gelang persahabatan yang saya kerjakan untuk mengisi waktu luang dan saat bosan menulis. Meski masih iseng-iseng, tapi saya punya impian kelak usaha ini tak sekedar usaha sampingan.
Gelang persahabatan, handmade by Penov Bracelet |
upgrade diri dengan mencoba model-model baru |
Tak hanya gelang, tetapi juga jam dengan tali handmade dengan tekhnik macrame dan boleh order pola dan warna tali |
Di era digital, berkreasi, mencari ide, dan promosi bisa dilakukan dengan lebih maksimal lagi dengan dukungan gadget |
Tapi berdasarkan pengalaman dan melihat kondisi finansial saat ini, rasa-rasanya saya membutuhkan gadget dengan harga reasonable dan memiliki fitur yang mumpuni untuk mendukung Penov Bracelet menjadi bisnis yang sukses sesuai impian saya.
Saat ini, sepertinya yang paling pas menjadi sahabat dalam mengembangkan bisnis impian saya adalah ASUS All-in-One PC V230IC. Produk keluaran ASUS ini memiliki fitur-fitur keren yang saya percaya bisa menunjang bisnis iseng-iseng saya menjadi bisnis beneran.
Beberapa alasan yang membuat saya jatuh hati pada ASUS All-in-One PC V230IC di antaranya adalah :
- Kekuatan komputasinya dapat menunjang bisnis tradisional dengan teknologi terkini berupa layar sentuh 10 jari, koneksi port serial (COM), modul NFC dan pembaca Smart Card untuk mendukung aplikasi bisnis.
- Bodinya ramping dan kompak, menjadikan produk ini sempurna untuk bisnis yang memiliki keterbatasan ruang kerja.
- ASUS All-in-One PC V230IC didukung oleh prosesor Intel® Core ™ i5 yang merupakan generasi ke-6. Lebih hemat energi. Performa super dan handal serta multitasking.
- Grafis yang kece badai dan sound yang berkualitas.\
- Dilengkapi dengan Solid-State Hybrid Drive (SSHD), yakni teknologi yang menggabungkan kapasitas penyimpananyang hebat dan kecepatan yang tingi dalam merespon sistem secara keseluruhan.
Saya jadi ngayal guys, meluahkan kreatifitas dengan ASUS All-in-One PC V230IC. Dengerin musik dengan suara yang ajib sambil ngedit foto-foto Penov Bracelet untuk saya share di sosial media. Atau ngedit video tutorial pembuatan Penov Bracelet, itung-itung berbagi ilmu buat gelang handmade yang saya punya. Kalau lagi nggak ada ide, ya tinggal surfing internet saja.
ASUS All-in-One PC V230IC mendukung aktifitas surfing internet penggunanya. |
Layar 23 inci yang full HD, tampilan kinclong, bodi ramping ciiiin.... |
Koneksi port serial ASUS All-in-One PC V230IC memiliki kecepatan yang canggih dengan teknologi terbaru. Dengan USB 3.1 aktivitas transfer file jadi lebih cepat dari biasanya. Begitu juga dengan wireless connectivity and visual entertainment-nya, semuanya menggunakan teknologi baru yang oke punya.
Nih spesifikasi lengkang ASUS All-in-One V230IC, silahkan dilihat guys..! |
Yaps, itulah guys cerita saya tentang Bisnis-Bisnis yang Gagal dan Impian yang Masih di Awang-Awang. Do’akan saya punya ASUS All-in-One PC V230IC ya, do’akan juga Penov Bracelet berkembang dan jadi besar.
Kalian punya impian bisnis? Atau cerita susah senangnya membangun bisnis? Share dong.
Sumber referensi dan foto ASUS All-in-One PC V230IC : asus.com
Kebahagiaan Keluarga, Penentu Karakter dan Tumbuh Kembang Anak : Happy Father’s Day! Hari minggu ketiga di bulan Juni *hari ini* diperingati sebagai Hari Ayah di sekitar 75 negara di dunia. Dan di Indonesia, Hari Ayah jatuh pada tanggal 12 November tiap tahunnya.
Bercerita tentang ayah, rasa-rasanya saya langsung berubah cengeng dan pengen mewek teringat kangen almarhum ayah. Ada banyak hal yang ingin saya ceritakan tentang kenangan saya bersama ayah. Tapi selalu tak sanggup saya ungkapkan karena belum apa-apa udah keburu mewek duluan. Bahkan submenu di blog ini yang berjudul ‘Surat untuk Ayah’ sampai sekarang isinya cuma 2 postingan pendek karena selalu tak sanggup menahan hujan di sudut mata tiap mau mulai menulis. Terlahir sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya serta dijuluki ‘anak ayah’ karena dianggap paling disayang, saya memang yang paling cengeng dibanding abang-abang saya saat ayah pergi. Sampai sekarang pun saya masih suka nangis mengingat ayah. Bukannya tak ikhlas, cuma ya itu, saya kangen. Kenangan indah bersama ayah selalu saya rindukan.
Oke, mari bercerita ayah ayah yang lain daripada nanti postingan ini jadi postingan curhat + bumbu bawang bombay yang bikin berurai airmata.
Btw, saya paling nggak suka adegan di sinetron-sinetron yang nampilin adegan seorang suami marahin istrinya saat anak mereka buat masalah. Apalagi pas suami bilang : kamu tuh ngurus anak aja nggak becus!
Kalian pasti sering juga kan lihat adegan seperti itu di sinetron-sinetron. Sebenarnya nggak di sinetron aja sih. Di kehidupan nyata juga saya kerap mendapati pertengkaran suami istri dikarenakan anak mereka berulah. Dan di saat seperti itu biasanya si suami mojokkin istrinya dengan kalimat sakti mandraguna yang pasti akan sangat sukses menusuk hati kaum istri : ibu macam apa kamu, ngurus anak aja nggak bisa.
Adegan selanjutnya biasanya sih bisa ditebak. Kalau tipe istri yang ‘nrimo’ dia bakalan diem, nunduk, ngerasa bersalah dan ngerasa gagal ngurus anak. Adegan lainnya ya si istri nggak terima disalahkan dan akhirnya mereka saling menyalahkan.
Apakah mengurus anak hanya tugas istri ataupun seorang ibu?! Menurut saya tidak. Namun fakta di lapangan seringnya yang saya dapati justru pemikiran tersebutlah yang berkembang di masyarakat. Ibu mengurus rumah dan anak, ayah bekerja mencari nafkah untuk istri dan anaknya.
Lalu ketika ada masalah pada si anak, sang ayah dengan entengnya menumpukan kesalahan pada ibu. Saya suka heran melihat kondisi ini, kenapa banyak sekali para ayah yang justru ‘mangkir’ dari tanggung jawab saat anak bermasalah. Seolah-olah hanya karena ia bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah ia jadi boleh membebankan tanggung jawab mendidik anak kepada istrinya.
Sejatinya, tugas mengurus anak adalah tanggung jawab bersama. Sebab meski ibu lebih banyak di rumah *jika si ibu tidak bekerja di luar alias IRT*, tetap saja anak membutuhkan figur ayah. Anak membutuhkan figur orang tua yang utuh. Itu sebabnya keterlibatan ayah sangat dibutuhkan dalam pengasuhan anak.
1 ayah lebih berharga dari 100 guru di sekolah.
(George Herbert)
Guru memang pengganti orang tua saat anak di sekolah. Tapi menurut Herbert, 100 guru di sekolah tidak lebih berharga dari 1 orang ayah. Kalimat ini bukan untuk mengesampingkan peran guru, tapi untuk menunjukkan betapa kehadiran seorang ayah begitu berarti bagi seorang anak.
Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh psikolog Rini Hildayani, M.Si pada Media Talkshow acara Nestlé LACTOGROW Happy Date with Legendaddy – Happy Winter Land di Medan pada 15 Mei 2016 kemarin :
“Interaksi dan pengalaman yang dialami anak ketika bersama dengan orang tua, khususnya ayah, dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan kognitif dan bersosialisasinya. Hal penting yang perlu diingat oleh orang tua dalam mengasuh dan berinteraksi dengan anak adalah harus peka terhadap apa yang dibutuhkan anak, termasuk kebutuhan untuk merasa bahagia.”
Media talkshow Lactogrow menghadirkan psikologi, pakar gizi, dan publik figur |
FYI nih guys, tingkat kebahagiaan dan pengalaman masa kecil menjadi penentu karakter dan tumbuh kembang anak. Nestlé LACTOGROW melakukan survey awal tentang Arti Kebahagian Keluarga kepada para orang tua lewat sosial media. Hasilnya cukup mencengangkan, hanya 53% responden yang menyatakan bahwa anak mereka merasa bahagia akan hubungannya dengan orang tua. Artinya 47% sisahnya adalah keluarga dengan anak-anak yang merasa tidak bahagia terkait hubungannya dengan orang tua. Mungkin kalau diibaratkan gunung, yang 47% ini statusnya ‘awas’ kali ya :)
Survey ini dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) guna mencari tahu bagaimana memaksimalkan keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak untuk meningkatkan kulaitas kebahagian keluarga yang berhubungan erat dengan pembentukan karakter dan tumbuh kembang anak. dalam diskusi ini diketahui bahwa para ibu merasa pola asuh anak berperan penting dalam menentukan kebahagiaan keluarga. Misalnya saja pola makan. Kalau orang tua tidak memperhatikan pola makan anak, bisa berpengaruh terhadap tingkat kebahagiaan keluarga loh. Sebab pola makan menyangkut kesehatan anak. Kalau pola makannya nggak teratur dan anak jadi sakit, gimana mau bahagia.
Pakar gizi medik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, DR. Dr. Saptawati Bardosono, MSc. mengatakan “Organ imunitas terbesar ada di dalam saluran cerna. Oleh karena itu, penting untuk memastikan saluran cerna dalam keadaan sehat agar dapat menjalankan fungsinya, termasuk diantaranya untuk menyerap zat gizi dari makanan. Saluran cerna yang sehat akan menunjang tumbuh kembang anak, baik secara fisik maupun secara mental dan sosial. Saluran cerna yang tidak sehat akan menyebabkan terjadinya gangguan pencernaan yang tidak hanya mempengaruhi fungsi saluran cerna dan perkembangan otak anak, tetapi juga kondisi psikologis anak dan orang tua.”
Wah..wah… semua saling berkaitan ternyata ya. Para orang tua harus tau nih. Calon orang tua seperti saya juga wajib tau :D
Menyadari akan pentingnya kebahagiaan keluarga terhadap tumbuh kembang si kecil, Nestlé LACTOGROW mempersembahkan Nestlé LACTOGROW Happy Date with Legendaddy – Happy Winter Land di Medan. Acara yang menghadirkan arena bermain salju terbesar di dalam mall ini di Medan diadakan di Plaza Medan Fair. Acaranya seru dan menyenangkan. Tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga para orang tua, mengingat memang acara ini dibuat untuk menjalin bonding antara anak dan orang tua, khususnya anak dan ayah.
Kakak MC nya pakai baju hangat karena memang lumayan dingin, berasa di negeri dongeng yang identik dengan salju deh :D |
Asiknya bermain ditemani ayah |
Main bareng ayah. Yang paling dingin itu ya disini, tapi karena pakai kaus kaki dan sepatu yang disediakan penyelenggara, jadi aman deh. |
Coba tebak burung apa ini? |
Main terusss |
“Dengan aktivitas yang sebagian besar berada di luar rumah, tantangan terbesar bagi saya adalah memastikan kami sekeluarga tetap mendapatkan waktu berkualitas. Oleh karena itu, saya sangat menyambut baik acara Happy Date with Legendaddy – Happy Winter Land karena aktivitas yang terdapat di dalamnya dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga,” tutur Oka.
Para pembicara menyapa pengunjung yang hadir |
gate masuk ke area acara |
Eh iya, ini foto-foto keseruan saat acara Happy Date with Legendaddy – Happy Winter Land di Medan kemarin.
Kebahagiaan masa kecil yang akan tersimpan di memori jangka panjang tiap anak |
Pengunjung ramai... |
Photo booth. Berfoto bersama snow man |
Ini salah satu arena yang banyak diminati si kecil |
Ada yang pengen foto sama si burung tapi malu-malu :D |
Dekorasinya yang kece serasa benar-benar di negeri 4 musim yang tengah turun salju |
sepertinya kelincinya mager karena lagi winter :D |
Dan salju pun turun di dalam mall :D |
Happy Father’s Day, semoga semakin banyak ayah ayah yang mau mengambil peran dalam pengasuhan buah hati. Semoga semakin banyak anak-anak Indonesia yang merasa bahagia akan hubungannya dengan orang tua. Semoga nggak ada lagi ayah-ayah yang bilang ‘kamu ngurus anak aja nggak becus’ ke ibu-ibu. Dan semoga kelak saya dapat jodoh yang bisa jadi suami dan ayah yang baik buat keluarga kami *tolong diaminkan sodara-sodara, terkhusus do’a yang paling terakhir itu ehheheee*.
Kepincut Cokelat Monggo |
Tempus. Itulah yang akan saya ceritakan pada postingan kali ini. Tapi bukan tempus seperti dalam kamus yang berarti waktu. Tempus yang ini adalah tembak puasa. Alias buka puasa secara diam-diam sebelum waktu berbuka yang ditentukan. Kalau dalam bahasa kampung saya di Asahan dibilang motel *kalau di kota motel itu kan penginapan yaaak*.
Ini kisah sudah agak usang sih. Tepatnya puasa tahun 2011. Jadi harap maklum kalau ada lupa-lupanya dikit :D
Itu pertama kalinya saya traveling di bulan puasa. Seminggu di Jogja kebetulan bertepatan dengan bulan Ramadhan. Saya lupa waktu itu hari ke berapa di Jogja. Yang jelas hari itu agendanya adalah sepedaan. Saya dan dua teman saya (Ulan dan Nova) berangkat naik bus dari Gejayan ke Malioboro. Kami menyewa sepeda di dekat-dekat Malioboro. Saya lupa nama jalannya, tapi nggak jauh dari Malioboro. Wong kita jalan kaki kesitunya.
Cuma saya dan Ulan yang nyewa sepeda. Nova nggak mau. Alasannya duitnya tinggal dikit. Jadi dia mau jalan-jalan sendiri di sekitaran Malioboro. Sedikit aneh sih sama alasan si Nova. Secara kita sengaja nyewa sepeda selain karena memang pengen sepedaan, juga mau ngirit. Tapi yowes lah, kita hargai pilihannya.
Agenda sih udah ditentukan ya. Cuma tujuannya yang belum. Ada wacana mau ke Cokelat Monggo, tapi belum diputuskan kesana. Jadi kami sepakat buat sepedaan tak tentu arah aja dulu. Pertama-tama kita menyusuri jalanan Malioboro, lewat Pasar Beringharjo terus ada belokan ke kiri. Kitanya belok aja meski waktu itu ramai orang jualan dan kendaraan. Eh tau-tau ada plang tulisannya Taman Budaya. Yoweslah kita mutusin buat singgah.
Nggak ada yang kami kenal disana. Suasana juga sepi, cuma terlihat beberapa orang. Mungkin karena masih pukul 12.00 WIB siang. Kitanya nggak masuk ke dalam ruangan, cuma plonga-plongo liat sekeliling. Karena nggak tau mau ngapain, jadinya ya cuma foto-foto aja di plang tulisan Taman Budaya dan di beberapa karya yang ada disitu.
Taman Budaya Jogja |
unik dan kreatif ya :) |
Entah ngapain saya disini :D |
Ulan dan salah satu karya di teras gedung Taman Budaya kota Jogja |
Kami akhirnya mutusin masuk ke gang-gang rumah warga dan jalan yang sepi untuk menghindari keramaian kendaraan yang polusinya lumayan bikin kepala pusing di tengah matahari yang cerah banget itu. Cuma ternyata tetap aja melelahkan. Secara itu gangnya meski jalannya bagus tapi kondisinya naik turun gitu. Heran juga. Kalau di Medan kan datar aja jalannya.
Sampai pada akhirnya jalannya buntu. Kita mau nggak mau ke arah kiri karena kalau lurus bakal nabrak tembok :D ternyata tembok itu adalah pembatas antara sungai dan rumah-rumah warga yang ada di pinggiran sungai tersebut.
Jalanannya menanjak. Kami berteduh dan istirahat sejenak karena lelah. Ada seorang ibu juga disana. Saya meminta izin berteduh dan mengajaknya ngobrol. Dari si ibu saya baru tau kalau sungai itu namanya Kali Code.
Awalnya memang saya yang menyapa, tapi yang terjadi kemudian malah si ibu yang asik cerita hingga kami segan hendak pamitan. Beliau bercerita ketika Merapi erupsi dan laharnya sampai ke Kali Code. Juga keluh kesah terhadap janji-janji pemerintah. Ia bertanya kami dari mana. Saya jawab dari Medan. Masih mahasiswa. Ia juga berkali-kali bertanya ke kami apakah kenal dengan mas Adam. Kami menggeleng. Tapi di sela-sela ceritanya si ibu masih menanyakan nama itu *Kalau Adam SO7 saya kenal buk, tapi dianya nggak kenal saya sepertinya :D*.
Cukup lama kami mendengarkan si ibu berbincang. Sampai akhirnya saya pamit undur diri. Ketika itulah ia kembali bertanya kami dari mana. Jawaban saya masih sama. Dari Medan, masih mahasiswa dan sedang liburan ke Jogja. Baru deh dia bilang kalau dia kira kami itu temannya Adam *padahal daritadi tiap si ibu nanya kami selalu jawab nggak kenal*. Adam adalah orang NGO yang dulu sering datang menemui warga untuk buat program ini itu dengan warga setempat. Cuma ketika kami datang, si Adam ini udah lama nggak main kesana lagi. Jadinya waktu kami nyapa si ibu dan ngajak ngobrol, dia pikir kami temannya si Adam itu. Soalnya *masih kata si ibu* dulu sering ada anak muda yang datang, menyapa warga, nanya tentang keluh kesah, baru setelah itu buat gerakan apa gitu untuk menjawab keluhan warga. Yaaah.. pantesan si ibu dari tadi panjang kali lebar ceritanya.
Akhirnya kami sampai di jalan raya lagi. Nggowes tak tentu arah lagi. Cengar cengir kepanasan lagi. Sampai akhirnya liat ada plang warung bakso. Langsung deh kebayang bakso dengan kuah yang panas dan pedes ditemani es teh manis ataupun jus jeruk. Ya Allah.. saat itu ketiga makanan dan minuman itu dalam bayangan saya rasanya berlevel-level lebih tinggi enaknya.
Kami terus menggowes sepeda. Melewati warung bakso. Tapi terus terbayang-bayang meski kami sudah berbelok dan warung tak lagi terlihat. Cuma herannya kok ya kami waktu itu kompak bener. Sama-sama nyari pembenaran untuk ngebatalin puasa. Yang panas banget lah. Haus lah. Perjalanan ke Cokelat Monggo masih jauh lah, dan entah apalagi alasan waktu itu. Yang jelas kami sepakat buat balik lagi ke warung tersebut.
Sebelum masuk warung, saya dan Ulan sempat saling pandang. Saling senyum. Kemudian ketawa. Tapi tetep melangkah masuk ke dalam *secara udah di teras warung. Udah kena aroma bakso yang maknyuss*
Ah, ternyata setipis ini keimanan kami. Cuma karena bakso meeen. Nggak banget kan :D mending kalau makan baksonya di restoran mewah dan ditemeni sama David Beckam misalnya. Lah ini, cuma berdua dan cuma warung bakso pinggir jalan pula.
Tempus hanya semangkuk bakso?! Jangan ditiru yang beginian mah :D |
Setelah nanya sana-sini, akhirnya sampai juga kami di outlet Cokelat Monggo. Jangan tanya jalan kesananya ya karena saya benar-benar nggak ingat. Outletnya kayak rumah gitu. Masuk ke dalamnya, ada ruangan yang nggak begitu besar berisi steling tempat memajang produk cokelat. Juga ada meja dan kursi bagi yang ingin duduk. Beberapa pajangan tergantung di dinding. Tentunya yang berhubungan dengan cokelat.
Akhirnya nyampe di Cokelat Monggo |
Mbak-mbak yang sabar ngejelasin tapi kami cuma kebanyakan icip-icip, belinya cuma dikit :D |
Puas icip-icip tester, kami lihat-lihat ruang produksinya, di sebelah ruangan display. Iya, asiknya di Cokelat Monggo ini kita bisa lihat langsung pembuatan cokelatnya. Ruangan produksi itu diberi kaca transparan, jadi kita bisa melihatnya secara leluasa.
Ngeliat pembuatan cokelat Monggo |
Duduk-duduk dulu nyiapian energi |
Yess.. kami sudah ke Cokelat Monggo |
Cuma foto ini aja, nggak masuk ke dalam |
Padahal udah nyampe sini ya, kok ya nggak masuk ke dalam -_- |
Kami malah tertarik dengan bangunan di seberak komplek makam raja-raja Mataram ini. Temboknya penuh lukisan. |
Ulan milih foto di dekat adek bayi, dia pengen punya anak yang sehat dan lucu kali yaaak |
Nah saya malah pilih foto dengan background kakak-kakak dan abang-abang lagi ngaji. Mungkin dulu itu saya pengen bisa lebih solih biar dapat jodoh yang soleh hahhahaha |
Gini nih tembok rumahnya, dari jauh aja udah mencolok karena berbeda dari rumah-rumah lainnya |
Rumahnya besar euy... |
Melewati sawah ini di perjalanan pulang. Sekarang masih ada nggak ya sawahnya, jangan-jangan udah jadi perumahan |
Begitulah cerita Tempus (Tembak Puasa) saya akibat kepincut bakso dan Cokelat Monggo di Jogja. FYI nih ya, ini pertama kalinya saya cerita tentang tempus ini. Sebelumnya baik saya maupun Ulan nggak pernah cerita tentang hal ini. Palingan yang diceritain ya tentang sepedaan dan mengunjungi Cokelat Monggonya aja.
Kalian pernah tempus? Kepincut apa? Share dong!