TEMPUS (TEMBAK PUASA) : SEPEDAAN DI JOGJA, KEPINCUT BAKSO DAN COKELAT MONGGO

00.03

khas jogja
Kepincut Cokelat Monggo
Tempus (Tembak Puasa) : Sepedaan di Jogja, Kepincut Bakso dan Cokelat Monggo – Berhubung lagi suasana Ramadhan, saya jadi kepengen cerita tentang salah satu kebandelan masa muda yang pernah saya lakukan saat puasa.

Tempus. Itulah yang akan saya ceritakan pada postingan kali ini. Tapi bukan tempus seperti dalam kamus yang berarti waktu. Tempus yang ini adalah tembak puasa. Alias buka puasa secara diam-diam sebelum waktu berbuka yang ditentukan. Kalau dalam bahasa kampung saya di Asahan dibilang motel *kalau di kota motel itu kan penginapan yaaak*.

Ini kisah sudah agak usang sih. Tepatnya puasa tahun 2011. Jadi harap maklum kalau ada lupa-lupanya dikit :D

Itu pertama kalinya saya traveling di bulan puasa. Seminggu di Jogja kebetulan bertepatan dengan bulan Ramadhan. Saya lupa waktu itu hari ke berapa di Jogja. Yang jelas hari itu agendanya adalah sepedaan. Saya dan dua teman saya (Ulan dan Nova) berangkat naik bus dari Gejayan ke Malioboro. Kami menyewa sepeda di dekat-dekat Malioboro. Saya lupa nama jalannya, tapi nggak jauh dari Malioboro. Wong kita jalan kaki kesitunya.

Cuma saya dan Ulan yang nyewa sepeda. Nova nggak mau. Alasannya duitnya tinggal dikit. Jadi dia mau jalan-jalan sendiri di sekitaran Malioboro. Sedikit aneh sih sama alasan si Nova. Secara kita sengaja nyewa sepeda selain karena memang pengen sepedaan, juga mau ngirit. Tapi yowes lah, kita hargai pilihannya.

Agenda sih udah ditentukan ya. Cuma tujuannya yang belum. Ada wacana mau ke Cokelat Monggo, tapi belum diputuskan kesana. Jadi kami sepakat buat sepedaan tak tentu arah aja dulu. Pertama-tama kita menyusuri jalanan Malioboro, lewat Pasar Beringharjo terus ada belokan ke kiri. Kitanya belok aja meski waktu itu ramai orang jualan dan kendaraan. Eh tau-tau ada plang tulisannya Taman Budaya. Yoweslah kita mutusin buat singgah.

Nggak ada yang kami kenal disana. Suasana juga sepi, cuma terlihat beberapa orang. Mungkin karena masih pukul 12.00 WIB siang. Kitanya nggak masuk ke dalam ruangan, cuma plonga-plongo liat sekeliling. Karena nggak tau mau ngapain, jadinya ya cuma foto-foto aja di plang tulisan Taman Budaya dan di beberapa karya yang ada disitu.

wisata jogja
Taman Budaya Jogja

karya seni
unik dan kreatif ya :)

wisata jogja
Entah ngapain saya disini :D

yogyakarta
Ulan dan salah satu karya di teras gedung Taman Budaya kota Jogja
Usai foto-foto kami pun lanjut sepedaan. Cuaca hari itu nyengat meeen. Mana kami terjebak di jalan yang lumayan banyak kendaraan lagi. Jadinya cengar-cengir sendiri. Jadi ngebayangin es yang seger-seger. Padahal puasa ckckkck

Kami akhirnya mutusin masuk ke gang-gang rumah warga dan jalan yang sepi untuk menghindari keramaian kendaraan yang polusinya lumayan bikin kepala pusing di tengah matahari yang cerah banget itu. Cuma ternyata tetap aja melelahkan. Secara itu gangnya meski jalannya bagus tapi kondisinya naik turun gitu. Heran juga. Kalau di Medan kan datar aja jalannya.

Sampai pada akhirnya jalannya buntu. Kita mau nggak mau ke arah kiri karena kalau lurus bakal nabrak tembok :D ternyata tembok itu adalah pembatas antara sungai dan rumah-rumah warga yang ada di pinggiran sungai tersebut.

Jalanannya menanjak. Kami berteduh dan istirahat sejenak karena lelah. Ada seorang ibu juga disana. Saya meminta izin berteduh dan mengajaknya ngobrol. Dari si ibu saya baru tau kalau sungai itu namanya Kali Code.

Awalnya memang saya yang menyapa, tapi yang terjadi kemudian malah si ibu yang asik cerita hingga kami segan hendak pamitan. Beliau bercerita ketika Merapi erupsi dan laharnya sampai ke Kali Code. Juga keluh kesah terhadap janji-janji pemerintah. Ia bertanya kami dari mana. Saya jawab dari Medan. Masih mahasiswa. Ia juga berkali-kali bertanya ke kami apakah kenal dengan mas Adam. Kami menggeleng. Tapi di sela-sela ceritanya si ibu masih menanyakan nama itu *Kalau Adam SO7 saya kenal buk, tapi dianya nggak kenal saya sepertinya :D*.

Cukup lama kami mendengarkan si ibu berbincang. Sampai akhirnya saya pamit undur diri. Ketika itulah ia kembali bertanya kami dari mana. Jawaban saya masih sama. Dari Medan, masih mahasiswa dan sedang liburan ke Jogja. Baru deh dia bilang kalau dia kira kami itu temannya Adam *padahal daritadi tiap si ibu nanya kami selalu jawab nggak kenal*. Adam adalah orang NGO yang dulu sering datang menemui warga untuk buat program ini itu dengan warga setempat. Cuma ketika kami datang, si Adam ini udah lama nggak main kesana lagi. Jadinya waktu kami nyapa si ibu dan ngajak ngobrol, dia pikir kami temannya si Adam itu. Soalnya *masih kata si ibu* dulu sering ada anak muda yang datang, menyapa warga, nanya tentang keluh kesah, baru setelah itu buat gerakan apa gitu untuk menjawab keluhan warga. Yaaah.. pantesan si ibu dari tadi panjang kali lebar ceritanya.

Akhirnya kami sampai di jalan raya lagi. Nggowes tak tentu arah lagi. Cengar cengir kepanasan lagi. Sampai akhirnya liat ada plang warung bakso. Langsung deh kebayang bakso dengan kuah yang panas dan pedes ditemani es teh manis ataupun jus jeruk. Ya Allah.. saat itu ketiga makanan dan minuman itu dalam bayangan saya rasanya berlevel-level lebih tinggi enaknya.

Kami terus menggowes sepeda. Melewati warung bakso. Tapi terus terbayang-bayang meski kami sudah berbelok dan warung tak lagi terlihat. Cuma herannya kok ya kami waktu itu kompak bener. Sama-sama nyari pembenaran untuk ngebatalin puasa. Yang panas banget lah. Haus lah. Perjalanan ke Cokelat Monggo masih jauh lah, dan entah apalagi alasan waktu itu. Yang jelas kami sepakat buat balik lagi ke warung tersebut.

Sebelum masuk warung, saya dan Ulan sempat saling pandang. Saling senyum. Kemudian ketawa. Tapi tetep melangkah masuk ke dalam *secara udah di teras warung. Udah kena aroma bakso yang maknyuss*

Ah, ternyata setipis ini keimanan kami. Cuma karena bakso meeen. Nggak banget kan :D mending kalau makan baksonya di restoran mewah dan ditemeni sama David Beckam misalnya. Lah ini, cuma berdua dan cuma warung bakso pinggir jalan pula.
kuliner enak
Tempus hanya semangkuk bakso?! Jangan ditiru yang beginian mah :D
Usai ngebakso, kami melanjutkan perjalanan ke outlet Cokelat Monggo yang waktu itu di daerah Kotagede Jogja *sekarang kurang tau apakah masih disitu atau sudah pindah*. Cokelat Monggo adalah usaha pembuatan cokelat di Jogja. Saya tertarik kesini karena emang pengen tau dan pengen ngerasain cokelatnya sih. Secara saya memang suka cokelat. Di samping itu ya seneng aja ada usaha cokelat di Indonesia yang lumayan berkelas. Sebagai penghasil cokelat ketiga terbesar di dunia, kok rasanya sedih ya melihat realita merk-merk produk cokelat terkenal justru merk luar.

Setelah nanya sana-sini, akhirnya sampai juga kami di outlet Cokelat Monggo. Jangan tanya jalan kesananya ya karena saya benar-benar nggak ingat. Outletnya kayak rumah gitu. Masuk ke dalamnya, ada ruangan yang nggak begitu besar berisi steling tempat memajang produk cokelat. Juga ada meja dan kursi bagi yang ingin duduk. Beberapa pajangan tergantung di dinding. Tentunya yang berhubungan dengan cokelat.
kuliner khas jogja
Akhirnya nyampe di Cokelat Monggo
Seorang perempuan berjaga di ruangan ini. Nah beliau ini yang ramah nanya kami mau beli cokelat yang mana. Ada beberapa produk cokelat yang dikeluarkan Cokelat Monggo. Si mbak nanya kami puasa apa nggak, soalnya ada testernya. Yeayyy… kami langsung kompak menggeleng dong, kan udah buka tadi pakai bakso :D

chocolate monggo
Mbak-mbak yang sabar ngejelasin tapi kami cuma kebanyakan icip-icip, belinya cuma dikit :D
Lumayan banyak varian cokelatnya. Kami cobain semuanya. Lumayan kan gratis. Soalnya harganya juga lumayan mahal dibanding cokelat di warung-warung pinggir jalan. Tiap varian bedanya di kadar cokelatnya. Semakin tinggi persentase cokelatnya, menurut saya semakin pahit. Saya dulu malah kurang suka yang pahit. Maklum, dari kecil lidah udah biasa makan cokelat manis di warung-warung kampung yang harganya murah meriah :D lagian buah cokelat yang sering saya emutin pas SD dulu juga rasanya manis. Di Cokelat Monggo ini saya baru nyadar kalau cokelat itu sebenarnya pahit :D

Puas icip-icip tester, kami lihat-lihat ruang produksinya, di sebelah ruangan display. Iya, asiknya di Cokelat Monggo ini kita bisa lihat langsung pembuatan cokelatnya. Ruangan produksi itu diberi kaca transparan, jadi kita bisa melihatnya secara leluasa.
wisata yogyakarta
Ngeliat pembuatan cokelat Monggo
Sebelum pulang, kami duduk-duduk dulu sekalian istirahat. Soalnya kan kami harus balik ke Malioboro buat mulangin sepedanya, jadi harus nyiapin tenaga dong.

outlet cokelat monggo
Duduk-duduk dulu nyiapian energi
kotagede jogja
Yess.. kami sudah ke Cokelat Monggo
Perjalanan pulang nggak terlepas dari momen tanya sana-sini. Eh iya, sebelum ke Malioboro, kami sempatin diri dulu ke makam raja-raja Mataram yang juga ada di Kotagede. Tapi kami bukannya masuk malah cuma foto-foto di plangnya doang. Gara-garanya saya lihat sebuah bangunan sederhana bertuliskan situs Batu Gilang dan Batu Gatheng di area situ juga, cuma saya puterin bangunannya tapi tutup. Jadi kami berkesimpulan kalau makamnya juga ditutup.

situs sejarah
Cuma foto ini aja, nggak masuk ke dalam
situs sejarah
Padahal udah nyampe sini ya, kok ya nggak masuk ke dalam -_-
lukisan dinding
Kami malah tertarik dengan bangunan di seberak komplek makam raja-raja Mataram ini. Temboknya penuh lukisan.
mural kreatif
Ulan milih foto di dekat adek bayi, dia pengen punya anak yang sehat dan lucu kali yaaak
seni lukis
Nah saya malah pilih foto dengan background kakak-kakak dan abang-abang lagi ngaji. Mungkin dulu itu saya pengen bisa lebih solih biar dapat jodoh yang soleh hahhahaha
Melanjutkan perjalanan pulang, lagi-lagi kami singgah. Kali ini di sebuah bangunan dengan eksterior unik. Bangunan ini berada di sebuah gang sih. Cuma pas lewat di jalan besar, nggak tau kenapa saya ngeliat rumah ini dan penasaran. Jadinya kami masukin gangnya dan pengen lihat sebenarnya itu bangunan apa. Ternyata itu adalah rumah warga.

rumah di jogja
Gini nih tembok rumahnya, dari jauh aja udah mencolok karena berbeda dari rumah-rumah lainnya
wisata jogja
Rumahnya besar euy...
Tempat singgah selanjutnya adalah sebuah jalan yang di sisi kanan kirinya banyak penjual aneka makanan untuk berbuka. Cuma waktu kami lewat udah banyak yang habis jualannya. Soalnya emang udah dekat waktunya berbuka. Yaaah… kami pun lanjut jalan *masih dengan tanya sana-sini*

yogyakarta
Melewati sawah ini di perjalanan pulang. Sekarang masih ada nggak ya sawahnya, jangan-jangan udah jadi perumahan
Sampai di Malioboro, mulangin sepeda dan pulang. Eh iya, pas ketemu ama Nova kami kaget lihat barang belanjaannya. Alasannya nggak ikut sepedaan karena nggak ada duit, tapi belanjaannya banyak, bisa dipastikan lebih banyak pengeluarannya daripada pengeluaran kami ziahahhaaa lucu-lucu memang si Nova ini :D

Begitulah cerita Tempus (Tembak Puasa) saya akibat kepincut bakso dan Cokelat Monggo di Jogja. FYI nih ya, ini pertama kalinya saya cerita tentang tempus ini. Sebelumnya baik saya maupun Ulan nggak pernah cerita tentang hal ini. Palingan yang diceritain ya tentang sepedaan dan mengunjungi Cokelat Monggonya aja.

Kalian pernah tempus? Kepincut apa? Share dong!

  • Share:

You Might Also Like

4 komentar

  1. wah, sayang banget puasanya. :D
    tapi emang kalau jalan-jalan pas puasa emang cengep-cengep sii.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sayang sebenarnya puasanya mbak. cuma ya dulu masih labil hahhaha.. jadinya ganti puasa deh.

      Hapus
  2. Wahhh enaknya jalan-jalan naik sepedah, cuma masalahnya adalah kenapa harus pas lagi puasa, kan jadi ngucur kemana-mana tuh ences, gara-gara bakso ,eh hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu gara-gara beli tiket promo kak Rin. belinya kan jauh-jauh hari. jadi nggak mikir kalau pas tanggal segitu ternyata puasa hehhehe

      Hapus