Inka si anak rantau |
Inka Si Anak Rantau : Sudah berapa lama saya tidak posting di blog? Rasanya kok ya lama banget. Maklum lagi fokus sama suatu hal. Tapi saya sudah janji ke diri sendiri kalau mulai minggu ini mau mulai rajin ngeblog lagi. Pokoknya dalam seminggu musti ada ngeluangin waktu buat ngeblog. Kenapa? Nggak tau. Mungkin karena selama April ini saya perhatikan saya susah tidur *hahhahaa.. apa hubungannya coba*
Jadi tulisan kali ini adalah dalam rangka memenuhi janji ke diri sendiri. Ngeblog lagi mulai minggu ini. Lebih tepatnya mulai nulis lagi. Entah itu saya posting di blog atau di media lain.
Rencananya sih Senin mulai nulis, tapi nggak jadi. Selasa, nggak kejadian juga. Nah rabu ini deh jadinya.
Hari ini saya ingin menulis sekilas tentang Inka. Seorang penjual es kopi blend yang telah membangkitkan semangat saya di kala penat meraja.
Inka Si Anak Rantau
Namanya Inka. Saya temui tanpa sengaja. Karena penat. Iya, rasa penat lah yang mempertemukan kami.Sore itu penat. Setelah mendatangi beberapa tempat untuk sesuatu hal, rasa penat tiba-tiba hadir ketika sedang melajukan sepeda motor saya di jalan Bromo Kota Medan. Saya merasa butuh berhenti sejenak. Duduk sambil meneguk sesuatu yang dingin. Entah itu air meniral dari lemari pendingin, ataupun es dawet dari pedagang di pinggir jalan.
Hampir habis jalan Bromo, tak jauh dari simpang tiga yang mempertemukan jalan Bromo dan jalan A.R Hakim, di pelataran Indomaret saya melihat penjual kopi kekinian. Biasa banyak saya temui di pinggir jalan. Menunya kopi/coklat dengan macam-macam kondimen. Ada cincau, oreo, dll.
Master Coffe Blend nama gerainya. Saya memesan kopi cincau dan duduk di kursi plastik yang disediakan. Perempuan muda yang merupakan penjual es kopi tersebut pun segera bangkit dan tempat iya duduk, membuat pesanan saya. Sebentar saja, es kopi cincau pesanan saya pun selesai dibuat.
Es kopi blend yang kekinian jadi pilihan usaha Inka |
Sambil menikmati kopi cincau tersebut, saya pun mengajak si penjual bercakap-cakap. Dari sanalah cerita mengalir.
Inka namanya. Gadis muda yang tengah kuliah semester dua di salah satu kampus di jalan Sakti Lubis, Medan. Ia sama seperti saya, perantauan. Sambil menyeruput es kopi cincau, saya berbincang dengan Inka. Cukup akrab mengingat ia memang tipe yang suka ngobrol. Sering saya tertawa mengengar ia bercerita. Kadang karena ceritanya memang lucu. Tapi seringnya karena sebenarnya saya nggak tau dia lagi ngomong apa. Jadi dianya ketawa saya ya ikut ketawa juga. Dialeknya yang khas Panyabungan (Mandailing Natal), daerah asalnya itu memang berbeda dengan logat bicara orang Medan, membuat saya kadang sulit mencerna apa yang tengah diceritakannya.
Di Medan, Inka ngekos bersama kakaknya yang saat ini bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit di jl A.R Hakim. Itu sebabnya mereka ngekos di jalan Bromo yang sebenarnya jauh dari kampus Inka kuliah, tapi dekat dengan tempat kerja kakaknya. Mungkin pertimbangan mereka karena kakak Inka terkadang kerjanya shift malam. sementara Inka kuliahnya pagi/siang.
Sepulang kuliah, Inka berjualan es kopi kekinian di depan Indomaret jalan Bromo. Inilah yang membuat saya mengacungkan jempol padanya. Karena seringnya saya jumpai penjual es kopi kekinian di pinggir jalan itu ya ibu-ibu, bapak-bapak, atau kalapun masih muda biasanya mereka putus sekolah/tamat SMA dan tak melanjut kuliah, itupun status mereka bekerja, bukan milik sendiri.
Awal mula Inka berjualan sebenarnya karena teman-teman kuliahnya kebanyakan kuliah sambil bekerja. Entah itu sebagai SPG, ataupun bekerja di rumah makan/café. Sementara kakak Inka tak ingin adiknya bekerja seperti itu. Kakaknya pun merelakan uang tabungan yang awalnya hendak dipakai untuk melanjutkan kuliah jenjang S1 (kakaknya lulusan D3) dialihkan jadi modal usaha es kopi yang dijalankan Inka. Faktor lain yang membuatnya memutuskan membuka usaha adalah karena memang mereka (Inka dan kakaknya) tidak mengharap kiriman uang dari orang tua mereka di kampung. Orang tua Inka hanya membiayai uang kuliah awal ketika Inka baru masuk kuliah.
Selebihnya mereka tak meminta. Jika ortunya ada rejeki lebih dan hendak mengirim ya mereka terima, jika tidak ya tidak minta, mereka memilih berusaha sendiri.
Modal awal yang mereka keluarkan adalah 5 juta untuk usaha es kopi dengan sistem franchise. Karena menggunakan uang tabungan sang kakak, kedua orang tua mereka pun awalnya tak tau tentang usaha mereka ini. Beberapa minggu setelah itu barulah mereka bercerita ke orang tua.
Saya salut dengan Inka dan kakaknya. Di tengah generasi milenial yang katanya lebih menyukai segala sesuatu yang instan termasuk kesuksesan, Inka dan kakaknya mau berjuang dengan proses yang tidak instan. Merantau ke kota Medan untuk menimbah ilmu, mau bersusah-susah dan tidak menadahkan tangan bahkan ke orang tua sendiri.
Tiap bulan, penghasilan berjualan akan dibagi 3. Untuk modal, untuk Inka, dan untuk kakaknya. Namanya jualan, omset sudah jelas tidak bisa dipastikan jumlahnya tiap bulan. Namun menurut Inka dirinya biasanya dapat setidaknya 4 ratus ribuan. Lumayanlah untuk ongkos angkotnya ke kampus. Untuk makan mereka memilih masak sendiri. sebelum berangkat kerja biasanya kakaknya akan masak untuk mereka berdua. Selain supaya lebih hemat, juga karena perut mereka tak terbiasa makanan di warung-warung makan. Sering sakit perut setelah makan makanan yang dibeli di luaran.
Lalu, setelah jalan 4 bulan berjualan, apakah uang modalnya sudah tergantikan?
“Belum kak. Masih kurang sedikit lagi,” ucap Inka sambil tertawa. Saya pun ikut tertawa. Uang modal itu jika sudah terkumpul kembali akan digunakan kakaknya untuk merealisasikan rencana awalnya, melanjutkan kuliah jenjang S1.
Es kopi cincau saya sudah habis. Inka pun sudah selesai makan (kami ngobrol sambil ia makan dan saya minum kopi), kini ia asik dengan diktat kuliahnya. Saya pun pamit karena ada janji bertemu seorang teman.
es kopi cincau pesanan saya |
Itulah sekilas cerita tentang Inka Si Anak Rantau. Pertemuan sejenak dengannya mampu membuat penat saya memuai. Berganti menjadi rasa syukur dan semangat untuk kembali berjuang (ecieeee… gaya saya).
Kalian kalau di Medan dan lewat jalan Bromo, singgahlah ke Master Coffe Blend di pelataran Indomaret, tak jauh dari simpang 3 pertemuan jalan Bromo dan jalan A.R Hakim, jadi lah perantara rejeki dari Allah untuk Inka Si Anak Rantau yang berani berjuang untuk hidup dan masa depannya.
0 komentar