Ada Yang Tak Biasa Pada 14 November Kali Ini : Ada yang tak biasa pada 14 November kali ini. Saya tak lagi menunggu dengan antusias sebagaimana biasanya. Tak menunggu hingga pukul 00:00 untuk sejenak mengambil waktu sendiri, mengingat-ingat apa saja yang terjadi setahun belakangan, berucap syukur, dan berdo’a untuk mimpi-mimpi hari esok.
Jauh sebelum 14 November kali ini datang, ada banyak angan-angan yang bermain di kepala. Awalnya saya berencana melakukan perjalanan dengan seorang sahabat sesama Perempuan November. Tak jauh-jauh, kami hanya ingin melipir sejenak ke Sibolga. Menikmati apa yang disuguhkan kota kecil itu, kemudian melakukan prosesi tiup lilin berdua di pinggir pantai. Kenapa Sibolga? Tak ada alasan khusus selain hanya menyesuaikan kondisi keuangan.
Sekitar dua bulan sebelum November, saya dan beberapa teman sempat heboh hendak membeli penerbangan Medan-Jogja-Medan yang memang tengah promo. Angan-angan saya pun kemudian berubah, melewatkan momen 14 November di kota Jogja yang memang ingin saya kunjungi lagi.
Tapi kemudian angan-angan itu buyar karena untuk mendapatkan tiket promo murah itu memang nggak gampang. Banyak yang minat ciiin.
Saya dan teman saya kemudian kembali ke rencana awal. Sibolga.
Memasuki bulan November, sahabat saya itu pun seakan raib ditelan bumi. Tak ada kabar berita. Saya pun seolah enggan untuk meneruskan angan-angan ke Sibolga. Tak jua berusaha menghubungiya. Beberapa kejadian yang saya alami seakan menyedot habis rencana saya untuk menghadiahi diri sendiri dengan liburan.
Iya, beberapa kejadian cukup menyita pikiran saya. Dan jelas mempengaruhi psikologis saya. Mood saya labil. Perasaan lelah, bosan, kecewa, dan perasaan sejenisnya sukses membuat saya kacau. Saya kecewa, entah pada siapa. Saya muak, pun tak tau ditujukan untuk siapa perasaan itu.
Tapi pada satu titik saya kemudian harus mengakui, saya marah pada diri saya sendiri. Mengingat-ingat hal-hal yang terlewati. Keputusan-keputusan yang saya ambil, dan melihat diri saya sekarang. Saya jadi berandai-andai. Andai dulu saya tidak melewatkan beberapa kesempatan hanya karena lebih mengedepankan nurani dan prinsip diri, mungkin pencapaian saya akan jauh lebih dari saat ini.
Tapi kemudian andai-andai itu berubah jadi sebentuk tanya : jika dulu memilih mengabaikan nurani dan prinsip dan mengambil peluang-peluang besar itu, apakah saya akan lebih bahagia dari hari ini?!
Namun belum lagi pertanyaan itu terjawab, yang muncul justru perasaan marah dan kecewa yang menyesakkan dada. Saya kecewa dan muak dengan diri saya sendiri. Saya marah pada diri sendiri karena dulu sudah berani memilih prinsip dan nurani namun justru abai pada komitmen. Saya seakan lupa bahwa ketika berani menolak peluang besar nan instan, konsekuensinya adalah saya harus berjuang lebih keras dan umumnya lebih lama untuk hasil yang diinginkan. Saya abai pada komitmen untuk berjuang lebih keras dari sebelumnya. Saya terlalu pede berkoar bahwa bagi saya yang terpenting saya bahagia mengerjakan apa yang memang hati saya inginkan.
Ini sebenarnya tidak salah. Tapi pada satu titik berpotensi membuat seseorang tertekan karena ocehan orang. Lebih tertekan lagi saat melihat rona kecewa orang-orang terdekat yang selama ini menaruh harap di pundak kita. Begitulah, menjadi seseorang yang diharapkan dan diandalkan memang tak selamanya menyenangkan. Terkadang justru menjadi beban berat tersendiri tatkala tolak ukur kesuksesan dan kebahagiaan kita berbeda dengan mereka.
Ada yang tak biasa pada 14 November kali ini, berbagai pikiran negative berkecamuk di kepala saya. Membuat saya merasa muak. Saya muak dengan diri sendiri. Saya muak dengan orang yang mengaku hatinya tertawan oleh saya namun membiarkan saya melewatkan berbagai hal seorang diri dan terkatung-katung dalam penantian. Saya muak dengan orang-orang yang ngakunya sayang namun saya merasa mereka nggak seperhatian itu. Saya muak bahkan dengan hal-hal lainnya.
Saya sadar ini nggak boleh berlarut-larut. Jadi saya berencana untuk jedah sejenak. Mengambil waktu sendiri. Entah itu ngetrip sendiri, atau sekedar menyewa kamar dan melewatkan 14 November seorang diri disana. Menikmati secangkir teh dan cemilan kesukaan, atau cukup diam saja memandangi langit-langit kamar.
Rencana lainnya, saya berpikir untuk pulang ke kampung. Memeluk emak dan nyekar ke makam ayah. Untuk itu saya sudah menyiapkan beberapa kado untuk para kesayangan saya di rumah. Sudah sebesar ini, November bukan lagi bulan tempat saya menanti kado *walau kalau ada yang ngasi ya senang juga*. Kali ini justru saya yang ingin memberi kado.
Tapi karena dari dulu saya memang tak pernah cerita akan kesusahan saya ke emak, akhirnya rencana itu pun saya urungkan. Saya tak ingin ia melihat kegundahan-kegundahan saya karena itu juga akan membuat ia gunda.
Oke lah, 14 November cukuplah saya lewatkan *rencananya* dengan menikmati segala sesuatunya sendiri, entah itu makan di restoran enak sendiri, nonton sendiri, atau ke toko buku sendiri. Yang penting saya ingin melakukan hal-hal yang saya suka seorang diri.
Tapi 9 hari sebelum 14 November justru datang ajakan dari seorang kawan untuk melakukan perjalanan. Rencanyanya kami berangkat beberapa orang. Traveling tipis-tipis ala koper di akhir minggu. Not bad lah, pikir saya. Saya pun mengiyakan ajakan tersebut.
Tapi rencana itu pun kemudian batal pada H - 1 keberangkatan. Rencana berganti. Dari Medan saya berangkat berdua menuju Pangururan, Samosir dengan seorang kawan. Disana sudah ada seorang kawan lagi menunggu. Bertiga kami mengunjungi beberapa tempat di Samosir.
Ada yang tak biasa pada 14 November kali ini. 3 jam menuju pukul 00:00 saya baru nyampe Medan. Kemudian memilih tidur dan lupa jika esok adalah 14 November. Tidak ada saat-saat sendiri di pergantian hari. Tidak ada renungan-renungan, harapan, ataupun kekecewaan. Saya tidur dengan lelapnya. Saya bahkan tak meminta seseorang yang saya nantikan itu untuk meluangkan waktu bersama saya. Tak berharap dia ingat. Dan bahkan tak mengingatnya. Sungguh sesuatu yang tak biasa.
Rencana melewatkan 14 November dengan makan makanan kesukaan pun batal. Begitu juga rencana nonton bioskop sendiri dan ke toko buku sendiri. Semuanya batal. Saya hanya di rumah mengerjakan beberapa deadline yang terlambat saya selesaikan karena kemarin ngetrip.
Tapi memang, ada hal yang tak biasa saya lakukan. Saya makan siang dengan mie cup instan, nasi, teh manis, dan telur dadar. Saya membiarkan mie cup instan tersisah tanpa terbebani harus menghabiskannya karena makanan mubazir adalah hal yang jarang sekali saya lakukan. Saya terbiasa menghabiskan makanan yang terhidang di piring nasi saya. Saya sudah lama meninggalkan kebiasaan makan mie cup instan.
Selain itu, tak ada hal spesial yang saya lakukan. Pun perasaan spesial. Tidak ada. Ucapan-ucapan selamat ulang tahun pun saya baca dengan biasa saja. Entahlah. Saya nyaris tanpa ekspresi hari ini. Tidak senang. Tapi juga tidak sedih. Tapi yang jelas, segala beban dan perasaan kacau yang beberapa hari sebelumnya melanda hari ini lenyap seketika.
Malam ini, ketika menulis ini, saya akhirnya menyadari. Yang perlu saya lakukan bukanlah sekedar berdamai dengan diri sendiri, tetapi juga dengan segala ketentuan Ilahi. Saya hanya perlu membiarkan segalanya berjalan semestinya. Sesederhana ketika saya bosan dengan tas ransel saya. Saya hanya perlu membeli tas selempang wanita lucu dengan model-model unik di situs jual beli online terpercaya. Saya tak harus memaksakan diri membeli tas ransel hanya karena selama ini saya hobi kesana-kemari pakai ransel. Saya tak perlu merasa bersalah jika sesekali ingin membeli tas selempang wanita lucu, toh ada masanya memakai tas selempang juga menyenangkan buat saya.
Begitupun dengan segala prinsip-prinsip yang telah saya buat sendiri. Saya tak harus memaksakan segalanya berjalan sesuai prinsip saya. Apalagi memaksa Tuhan mengabulkan segala keinginan saya. Saya tidak perlu merasa takut tidak akan bahagia jika apa yang saya inginkan tidak didukung Raja Semesta.
Iya, saya hanya perlu berdamai dengan ketentuan Ilahi. Saya hanya perlu percaya padanya dan membuang segala ketakutan akan hari esok hanya karena saya memilih keputusan yang berbeda dari orang kebanyakan. Hanya perlu berhenti menunggu dan menyambut genggaman tangan ia yang selama ini saya abaikan karena terlalu berharap pada seseorang yang justru membiarkan saya dalam penantian tak pasti.
Ada yang tak biasa pada 14 November kali ini, tapi saya menyukainya. Matur suwun, gusti!
3 komentar
Selamat ulang tahun, ulang tahunnya sama dengan anakku 😊. Mendekati bertambahnya umur seringnya membuatku galau dan mempertanyakan banyak hal. Aku rasa itu sebuah proses pendewasaan, jalani dan nikmati serta syukuri. Sekali lagi selamat ulang tahun 😊
BalasHapusKemudian sadar ini blog Diah ternyata 😅😂
Hapusterima kasih mak. berhubung ultahnya sama sama anaknya mbak, jadi kupanggillah dikau emak ya ehehhehee...
Hapusiya, kirain cuma Diah ya yang menjelang ultah justru galau. berarti ini gejala wajar kan ya mak :D
Btw, jadi dari tadi nggak nyadar kalau ini blognya Diah -_- hahhahhahaa